Halaman

Selasa, 07 Juni 2011

Hubungan antara pertumbuhan ekonomi, inflasi dan pengangguran [Pertemuan ke delapan d]

Selama periode puncak siklus bisnis saat ekonomi sedang mengalami pertumbuhan pesat dalam GDP riil, lapangan kerja akan meningkat, dan mengurangi pengangguran, sebagai usaha mencari pekerja untuk menghasilkan output yang lebih tinggi. If real GDP grows too quickly, however, it can cause price inflation as firms are forced to bid against one another for increasingly scarce workers. Jika PDB riil tumbuh terlalu cepat, namun, hal ini dapat menyebabkan inflasi harga sebagai perusahaan dipaksa untuk penawaran terhadap satu sama lain untuk pekerja semakin langka. In contrast during trough periods of the business cycle the economy is experiencing declines in real GDP, and unemployment rates are high.Sebaliknya selama periode melalui siklus bisnis ekonomi mengalami penurunan PDB riil, dan tingkat pengangguran yang tinggi.
Terdapat suatu hubungan terbalik antara tingkat inflasi dan tingkat pengangguran dalam suatu perekonomian. Semakin banyak pengusaha memperluas kesempatan kerja semakin dia harus membayar dengan faktor tertentu produksi dan pembayaran lebih banyak faktor produksi peningkatan biaya produksi unit akan diamati dan dalam rangka mempertahankan profitabilitas produk pengusaha akan mengembang harga produk tersebut. Sebuah proses serupa akan diamati di seluruh perekonomian ketika pemerintah bermaksud untuk menciptakan pekerjaan. Harga produk atau jasa, di mana tenaga kerja terinstal, akan meningkat sehingga kenaikan tingkat inflasi akan terlihat melalui ekonomi luar.
              Dapat disimpulkan dari penjelasan tersebut di atas bahwa ketika pemerintah berniat untuk menurunkan menurunkan tingkat pengangguran yang harus menanggung kenaikan tingkat inflasi dalam perekonomian nasional.
1. Perbedaan Inflasi dengan Pengangguran
Jumlah orang yang menganggur adalah jumlah orang di negara yang tidak memiliki pekerjaan dan yang tersedia untuk bekerja pada tingkat upah pasar saat ini. Ini dengan mudah dapat diubah menjadi persentase dengan mengaitkan jumlah pengangguran, dengan jumlah orang dalam angkatan kerja.
Inflasi adalah kenaikan harga secara umum selama 12 bulan. Ini diukur dengan mengambil rata-rata tertimbang semua produk konsumen (tertimbang pada frquency pembelian) dan menganalisis tren harga keseluruhan. Hal ini sering disebut Indeks Harga Konsumen (CPI) atau Harmonised Indeks Harga Konsumen (HICP). Hal ini menunjukkan berapa banyak, sebagai persentase, tingkat harga umum dari semua barang-barang konsumsi telah berubah sepanjang tahun.
Kedua telah dianalisis bersama-sama dengan kurva Phillips yang menunjukkan tingkat inflasi diplot terhadap tingkat pengangguran.

Untuk mengukur keberhasilan perekonomian suatu negara salah satunya dapat dilihat dari angka pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi ( economic growth ) dapat diukur dari kenaikan besarnya pendapatan nasional ( produksi nasional ) pada periode tertentu. Oleh karena itu, nilai dari pendapatan nasional ( national income ) ini merupakan gambaran dari aktivitas ekonomi secara nasional pada periode tertentu.
Tingginya tingkat pendapatan nasional dapat mencerminkan besarnya barang dan jasa yang dapat diproduksi. Besarnya kapasitas produksi tersebut dapat menunjukkan tingginya tingkat kemakmuran masyarakat dalam suatu negara. Baik negara yang sedang berkembang maupun negara – negara maju, semua mengiginkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
1.2 Pokok Masalah
Berdasarkan hasil laporan perekonomian Indonesia yang diterbitkan bank Indonesia, kemudian disampaikan kepada DPR dan pemerintah pada setiap tahun sebagai pemenuhan amanat yang ditetapkan dalam UU No.3 tahun 2004. Dalam evaluasinya tentang perkembangan ekonomi dan keuangan Indonesia, bahwa pertumbuhan ekonomi dari tahun 2005 hingga tahun 2008 terus mengalami peningkatan, meskipun belum mencapai puncak kepesatan. Namun pertumbuhan ekonomi yang berlandaskan GDP (Gross Domestic Product) ini, dapat dinilai cukup signifikan dan menggembungkan pundi-pundi pendapatan nasional.
1.3 Teori yang Terkait
Dengan meningkatnya pendapatan nasional (national income) maka kemakmuran rakyat membaik. Sebagaimana tercatat dalam laporan GDP (Gross Domestic Product) oleh Biro Pusat Statistik (BPS) sedikit membawakan angin surga di tengah guncangan resesi saat ini. Dalam laporan GDP tersebut, menunjukkan jumlah seluruh barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh warga masyarakat (termasuk warga negara asing) dalam periode waktu tertentu (biasanya satu tahun)
Ada suatu hubungan terbalik antara tingkat inflasi dan tingkat pengangguran dalam suatu perekonomian. Semakin banyak pengusaha memperluas kesempatan kerja semakin dia harus membayar dengan faktor tertentu produksi dan pembayaran lebih banyak faktor produksi peningkatan biaya produksi unit akan diamati dan dalam rangka mempertahankan profitabilitas produk pengusaha akan mengembang harga produk tersebut.. Sebuah proses serupa akan diamati di seluruh perekonomian ketika pemerintah bermaksud untuk menciptakan pekerjaan. Harga produk atau jasa, di mana tenaga kerja terinstal, akan meningkat sehingga kenaikan tingkat inflasi akan terlihat melalui ekonomi luar.
                Dapat disimpulkan dari penjelasan tersebut di atas bahwa ketika pemerintah berniat untuk menurunkan menurunkan tingkat pengangguran yang harus menanggung kenaikan tingkat inflasi dalam perekonomian nasional.
yang berbeda antara inflasi dan pengangguran….
jumlah orang yang menganggur adalah jumlah orang di negara yang tidak memiliki pekerjaan dan yang tersedia untuk bekerja pada tingkat upah pasar saat ini. Ini dengan mudah dapat diubah menjadi persentase dengan mengaitkan jumlah pengangguran, dengan jumlah orang dalam angkatan kerja.
Inflasi adalah kenaikan harga secara umum selama 12 bulan. Ini diukur dengan mengambil rata-rata tertimbang semua produk konsumen (tertimbang pada frquency pembelian) dan menganalisis tren harga keseluruhan. Hal ini sering disebut Indeks Harga Konsumen (CPI) atau Harmonised Indeks Harga Konsumen (HICP). Hal ini menunjukkan berapa banyak, sebagai persentase, tingkat harga umum dari semua barang-barang konsumsi telah berubah sepanjang tahun.
Kedua telah dianalisis bersama-sama dengan kurva Phillips yang menunjukkan tingkat inflasi diplot terhadap tingkat pengangguran.
Sumber : www.wiki.answer.com
Juni 16, 2010 · Disimpan dalam Uncategorized

Hubungan antara pertumbuhan ekonomi, inflasi dan pengangguran [Pertemuan ke delapan d]

Selama periode puncak siklus bisnis saat ekonomi sedang mengalami pertumbuhan pesat dalam GDP riil, lapangan kerja akan meningkat, dan mengurangi pengangguran, sebagai usaha mencari pekerja untuk menghasilkan output yang lebih tinggi. If real GDP grows too quickly, however, it can cause price inflation as firms are forced to bid against one another for increasingly scarce workers. Jika PDB riil tumbuh terlalu cepat, namun, hal ini dapat menyebabkan inflasi harga sebagai perusahaan dipaksa untuk penawaran terhadap satu sama lain untuk pekerja semakin langka. In contrast during trough periods of the business cycle the economy is experiencing declines in real GDP, and unemployment rates are high.Sebaliknya selama periode melalui siklus bisnis ekonomi mengalami penurunan PDB riil, dan tingkat pengangguran yang tinggi.
Terdapat suatu hubungan terbalik antara tingkat inflasi dan tingkat pengangguran dalam suatu perekonomian. Semakin banyak pengusaha memperluas kesempatan kerja semakin dia harus membayar dengan faktor tertentu produksi dan pembayaran lebih banyak faktor produksi peningkatan biaya produksi unit akan diamati dan dalam rangka mempertahankan profitabilitas produk pengusaha akan mengembang harga produk tersebut. Sebuah proses serupa akan diamati di seluruh perekonomian ketika pemerintah bermaksud untuk menciptakan pekerjaan. Harga produk atau jasa, di mana tenaga kerja terinstal, akan meningkat sehingga kenaikan tingkat inflasi akan terlihat melalui ekonomi luar.
              Dapat disimpulkan dari penjelasan tersebut di atas bahwa ketika pemerintah berniat untuk menurunkan menurunkan tingkat pengangguran yang harus menanggung kenaikan tingkat inflasi dalam perekonomian nasional.
1. Perbedaan Inflasi dengan Pengangguran
Jumlah orang yang menganggur adalah jumlah orang di negara yang tidak memiliki pekerjaan dan yang tersedia untuk bekerja pada tingkat upah pasar saat ini. Ini dengan mudah dapat diubah menjadi persentase dengan mengaitkan jumlah pengangguran, dengan jumlah orang dalam angkatan kerja.
Inflasi adalah kenaikan harga secara umum selama 12 bulan. Ini diukur dengan mengambil rata-rata tertimbang semua produk konsumen (tertimbang pada frquency pembelian) dan menganalisis tren harga keseluruhan. Hal ini sering disebut Indeks Harga Konsumen (CPI) atau Harmonised Indeks Harga Konsumen (HICP). Hal ini menunjukkan berapa banyak, sebagai persentase, tingkat harga umum dari semua barang-barang konsumsi telah berubah sepanjang tahun.
Kedua telah dianalisis bersama-sama dengan kurva Phillips yang menunjukkan tingkat inflasi diplot terhadap tingkat pengangguran.

Untuk mengukur keberhasilan perekonomian suatu negara salah satunya dapat dilihat dari angka pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi ( economic growth ) dapat diukur dari kenaikan besarnya pendapatan nasional ( produksi nasional ) pada periode tertentu. Oleh karena itu, nilai dari pendapatan nasional ( national income ) ini merupakan gambaran dari aktivitas ekonomi secara nasional pada periode tertentu.
Tingginya tingkat pendapatan nasional dapat mencerminkan besarnya barang dan jasa yang dapat diproduksi. Besarnya kapasitas produksi tersebut dapat menunjukkan tingginya tingkat kemakmuran masyarakat dalam suatu negara. Baik negara yang sedang berkembang maupun negara – negara maju, semua mengiginkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
1.2 Pokok Masalah
Berdasarkan hasil laporan perekonomian Indonesia yang diterbitkan bank Indonesia, kemudian disampaikan kepada DPR dan pemerintah pada setiap tahun sebagai pemenuhan amanat yang ditetapkan dalam UU No.3 tahun 2004. Dalam evaluasinya tentang perkembangan ekonomi dan keuangan Indonesia, bahwa pertumbuhan ekonomi dari tahun 2005 hingga tahun 2008 terus mengalami peningkatan, meskipun belum mencapai puncak kepesatan. Namun pertumbuhan ekonomi yang berlandaskan GDP (Gross Domestic Product) ini, dapat dinilai cukup signifikan dan menggembungkan pundi-pundi pendapatan nasional.
1.3 Teori yang Terkait
Dengan meningkatnya pendapatan nasional (national income) maka kemakmuran rakyat membaik. Sebagaimana tercatat dalam laporan GDP (Gross Domestic Product) oleh Biro Pusat Statistik (BPS) sedikit membawakan angin surga di tengah guncangan resesi saat ini. Dalam laporan GDP tersebut, menunjukkan jumlah seluruh barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh warga masyarakat (termasuk warga negara asing) dalam periode waktu tertentu (biasanya satu tahun)
Ada suatu hubungan terbalik antara tingkat inflasi dan tingkat pengangguran dalam suatu perekonomian. Semakin banyak pengusaha memperluas kesempatan kerja semakin dia harus membayar dengan faktor tertentu produksi dan pembayaran lebih banyak faktor produksi peningkatan biaya produksi unit akan diamati dan dalam rangka mempertahankan profitabilitas produk pengusaha akan mengembang harga produk tersebut.. Sebuah proses serupa akan diamati di seluruh perekonomian ketika pemerintah bermaksud untuk menciptakan pekerjaan. Harga produk atau jasa, di mana tenaga kerja terinstal, akan meningkat sehingga kenaikan tingkat inflasi akan terlihat melalui ekonomi luar.
                Dapat disimpulkan dari penjelasan tersebut di atas bahwa ketika pemerintah berniat untuk menurunkan menurunkan tingkat pengangguran yang harus menanggung kenaikan tingkat inflasi dalam perekonomian nasional.
yang berbeda antara inflasi dan pengangguran….
jumlah orang yang menganggur adalah jumlah orang di negara yang tidak memiliki pekerjaan dan yang tersedia untuk bekerja pada tingkat upah pasar saat ini. Ini dengan mudah dapat diubah menjadi persentase dengan mengaitkan jumlah pengangguran, dengan jumlah orang dalam angkatan kerja.
Inflasi adalah kenaikan harga secara umum selama 12 bulan. Ini diukur dengan mengambil rata-rata tertimbang semua produk konsumen (tertimbang pada frquency pembelian) dan menganalisis tren harga keseluruhan. Hal ini sering disebut Indeks Harga Konsumen (CPI) atau Harmonised Indeks Harga Konsumen (HICP). Hal ini menunjukkan berapa banyak, sebagai persentase, tingkat harga umum dari semua barang-barang konsumsi telah berubah sepanjang tahun.
Kedua telah dianalisis bersama-sama dengan kurva Phillips yang menunjukkan tingkat inflasi diplot terhadap tingkat pengangguran.
Sumber : www.wiki.answer.com
Juni 16, 2010 · Disimpan dalam Uncategorized

Analisis Pendapatan Nasional untuk Perekonomian tertutup Sederhana dan pertumbuhan Ekonomi [Pertemuan ke delapan c]

Pendapatan Nasional dengan Perekonomian Tertutup Sederhana Dua Sektor
Pendapatan Nasional dengan Perekonomian Tertutup Sederhana Dua Sektor adalah Produk Nasional Neto dikurangi pajak tak langsung ditambah subsidi . Jumlah inilah yang diterima faktor produksi yang dimiliki penduduk suatu negara . Pendapatan Nasional dengan Perekonomian Tertutup Sederhana Dua Sektor merupakan penjumlahan dari lima hal , yaitu
a. Upah atau gaji yang diterima buruh atau karyawan
b. Pendapatan dari seseorang yang melakukan bisnis individu (bukan perusahaan)
c. Keuntungan perusahaan
d. Pendapatan bunga selisih dari perusahaan
e. Pendapatan sewa
Model anlalisis dengan variabel investasi dan tabungan
Model Analisis dengan variabel investasi tabungan adalah pengeluaran yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa yang lebih banyak lagi , atau dengan kata lain merupakan pengeluaran yang ditambahkan kepada komponen-komponen barang modal .
Tujuan dari pelaksanaan model analisis dengan variabel investasi tabungan ini adalah mencari keuntungan di kemudian hari melalui pengoperasiaan mesin dan pabrik .
Analisis keuangan pemerintah biasanya mencakup 4 aspek sebagai berikut, yaitu :
  1. Operasi keuangan pemerintah dalam hubungan dengan defisit / surplus anggaran dan sumber-sumber pembiayaannya;
  2. Dampak operasi keuangan pemerintah terhadap kegiatan sektor riil melalui pengaruhnya terhadap Pengeluaran Konsumsi dan Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTDB) pemerintah;
  3. Dampak rupiah operasi keuangan pemerintah atau pengaruh operasi keuangan pemerintah terhadap ekspansi bersih pada jumlah uang yang beredar;
  4. Dampak Valuta Asing operasi keuangan pemerintah atau pengaruh operasi keuangan pemerintah terhadap aliran devisa masuk bersih.
Terdapat sumber data untuk memperkirakan Investasi dan Tabungan Nasional, yaitu :
  • data Produk Domestik Bruto atas dasar harga berlaku menurut penggunaan [lihat tabel III dan III.1]
  • Neraca Arus Dana yang digunakan oleh tim gabungan B.P.S., Bank Indonesia, dan Departemen Keuangan.
Dalam menganalisis pertumbuhan Produk Domestik Bruto terlihat adanya kecenderungan untuk lebih menggunakan data Produk Domestik Bruto menurut penggunaan. Kalau kita menganggap bahwa perkiraan Investasi dan Tabungan Nasional Bruto yang dihasilkan oleh Tim Gabungan B.P.S., Bank Indonesia, dan Departemen Keuangan lebih mendekati kebenaran, maka seyogyanya data statistik Produk Domestik Bruto menurut penggunaan yang dipublikasikan oleh B.P.S. perlu diperbaiki.
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi, inflsi dan pengangguran
Salah Satu masalah jangka pendek dalam ekonomi yaitu inflasi, pengangguran dan neraca pembayaran.
Inflasi (inflation) adalah gejala yang menunjukkan kenaikan tingkat harga umum yang berlangsung terus menerus.
Ada tiga jenis inflasi yaitu:
1) inflasi tarikan permintaan (demand-pull inflation)
2) inflasi desakan biaya (cost-push inflation)
3) inflasi karena pengaruh impor (imported inflation).
Tingkat inflasi yang terjadi dalam suatu negara merupakan salah satu ukuran untuk mengukur baik buruknya masalah ekonomi yang dihadapi suatu negara. Bagi negara yang perekonomiannya baik, tingkat inflasi yang terjadi berkisar antara 2 sampai 4 persen per tahun.
Tingkat inflasi yang berkisar antara 2 sampai 4 persen dikatakan tingkat inflasi yang rendah. Selanjut tingkat inflasi yang berkisar antara 7 sampai 10 persen dikatakan inflasi yang tinggi.
Didasarkan pada fakta itulah A.W. Phillips mengamati hubungan antara tingkat inflasi dan tingkat pengangguran. Dari hasil pengamatannya, ternyata ada hubungan yang erat antara inflasi dengan tingkat pengangguran, dalam arti jika inflasi tinggi, maka pengangguran akan rendah. Hasil pengamatan Phillips ini dikenal dengan kurva Phillip.
Kurva Philip
                      

Masalah utama dan mendasar dalam ketenagakerjaan di Indonesiaadalah masalah upah yang rendah dan tingkat pengangguran yang tinggi. Hal tersebut disebabkan karena, pertambahan tenaga kerja baru jauh lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan lapangan kerja yang dapat disediakan setiap tahunnya.
Pertumbuhan tenaga kerja yang lebih besar dibandingkan dengan ketersediaan lapangan kerja menimbulkan pengangguran yang tinggi. Pengangguran merupakan salah satu masalah utama dalam jangka pendek yang selalu dihadapi setiap negara. Karena itu, setiap perekonomian dan negara pasti menghadapi masalah pengangguran, yaitu pengangguran alamiah (natural rate of unemployment).
Untuk menggambarkan kurva Phillips di Indonesia digunakan data tingkat inflasi tahunan dan tingkat pengangguran yang ada. Data digunakan adalah data dari tahun 1980 hingga tahun 2005. Berdasarkan hasil pengamatan dengan data yang ada, maka kurva Phillips untuk Indonesia terlihat seperti gambar berikut :



Kurva Phillips untuk Indonesia

              A.W. Phillips menggambarkan bagaimana sebaran hubungan antara inflasi dengan tingkat pengangguran didasarkan pada asumsi bahwa inflasi merupakan cerminan dari adanya kenaikan permintaan agregat. Dengan naiknya permintaan agre-gat, maka sesuai dengan teori permintaan, jika permintaan naik maka harga akan naik. Dengan tingginya harga (inflasi) maka untuk memenuhi permintaan tersebut produsen meningkatkan kapasitas produksinya dengan menambah tenaga kerja (tenaga kerja merupakan satu-satunya input yang dapat meningkatkan output). Akibat dari peningkatan permintaan tenaga kerja maka dengan naiknya harga-harga (inflasi) maka, pengangguran berkurang.

              Menggunakan pendekatan A.W.Phillips dengan menghubungkan antara pengangguran dengan tingkat inflasi untuk kasus Indonesia kurang tepat. Hal ini didasarkan pada hasil analisis tingkat pengangguran dan inflasi di Indonesia dari tahun 1980 hingga 2005, ternyata secara statistik maupun grafis tidak ada pengaruh yang signifikan antara inflasi dengan tingkat pengangguran.
Ekonomi Sederhana (Tertutup)
              Dengan asumsi tidak adanya ekspor dan impor dan tidak ada pemerintah maka komponen permintaan agregat (aggregate demand) atau output sama dengan konsumsi (dengan notasi C) ditambah dengan investasi (dengan notasi I).
Y = C + I (1)
              Seperti telah disebut diatas output, Y sama dengan income. Persamaan (1) diatas artinya bahwa output yang diproduksi oleh ekonomi sama dengan aggregate demand dimana aggregate demand ini terdiri dari konsumsi dan investasi. Output ini juga sama dengan income yang diterima oleh seorang pelaku ekonomi (misalnya pengusaha) dan digunakan sebagian untuk konsumsi dan sisanya akan digunakan untuk belanja barang modal guna melanjutkan proses produksi berikutnya, belanja ini dikategorikan sebagai investasi untuk memproduksi barang dan jasa selanjutnya. Dengan demikian income (output) dari sisi produsen digunakan untuk konsumsi (C) dan sisanya diinvestasikan (I). Dari sisi alokasi income atau konsumen maka income yang didapat akan digunakan sebagian besar untuk konsumsi dan sisanya akan ditabungkan (S), hal ini karena konsumen tidak mempunyai usaha sendiri seperti halnya dengan produsen sehingga formula (1) diatas dapat ditulis sebagai berikut:
Y = C + S (2)
Bila kedua persamaan diatas digabung maka didapat

C + I = Y = C + S (3)

             Persamaan sebela kiri adalah komponen aggregate demand atau output dan sebelah kanan adalah aloksi atau penggunaan income. Atau output yang diproduksi sama dengan output yang dijual dan sama dengan income yang diterima. Income yang diterima digunakan untuk konsumsi dan sisanya ditabung. Persamaan diatas akhirnya menjadi:
I = S (4)
             Saving sama dengan investasi, artinya sumber dana untuk investasi berasal dari tabungan. Dari sisi aggregate, konsumen atau private sektor tidak melakukan investasi sendiri terhadap uangnya yang berlebih tetapi pada umumnya akan menyimpan uangnya di Bank sebagai tabungan (S) dan bank akan menyalurkan dana tersebut kepada orang-orang yang membutuhkan berupa kredit usaha atau investasi (I). Dari sisi individual saving yang dilakukan oleh konsumen tidak berarti akan langung dialoksikan kepada kegiatan produktif (productive investment), karena keterbatasan yang dimiliki oleh konsumen sehingga mereka memerlukan jasa perbankan untuk melakukan kegiatan tersebut.
Diposkan oleh paperus di 02:43

Model analisis dengan menggunakan variabel investasi , tabungan [Pertemuan ke delapan b]

Model Analisis dengan variabel investasi tabungan adalah pengeluaran yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa yang lebih banyak lagi , atau dengan kata lain merupakan pengeluaran yang ditambahkan kepada komponen-komponen barang modal .

Tujuan dari pelaksanaan model analisis dengan variabel investasi tabungan ini adalah mencari keuntungan di kemudian hari melalui pengoperasiaan mesin dan pabrik .
Analisis keuangan pemerintah biasanya mencakup 4 aspek sebagai berikut, yaitu :
  1. Operasi keuangan pemerintah dalam hubungan dengan defisit / surplus anggaran dan sumber-sumber pembiayaannya;
  2. Dampak operasi keuangan pemerintah terhadap kegiatan sektor riil melalui pengaruhnya terhadap Pengeluaran Konsumsi dan Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTDB) pemerintah;
  3. Dampak rupiah operasi keuangan pemerintah atau pengaruh operasi keuangan pemerintah terhadap ekspansi bersih pada jumlah uang yang beredar;
  4. Dampak Valuta Asing operasi keuangan pemerintah atau pengaruh operasi keuangan pemerintah terhadap aliran devisa masuk bersih.

Terdapat sumber data untuk memperkirakan Investasi dan Tabungan Nasional, yaitu :
  • data Produk Domestik Bruto atas dasar harga berlaku menurut penggunaan [lihat tabel III dan III.1]
  • Neraca Arus Dana yang digunakan oleh tim gabungan B.P.S., Bank Indonesia, dan Departemen Keuangan.

Dalam menganalisis pertumbuhan Produk Domestik Bruto terlihat adanya kecenderungan untuk lebih menggunakan data Produk Domestik Bruto menurut penggunaan. Kalau kita menganggap bahwa perkiraan Investasi dan Tabungan Nasional Bruto yang dihasilkan oleh Tim Gabungan B.P.S., Bank Indonesia, dan Departemen Keuangan lebih mendekati kebenaran, maka seyogyanya data statistik Produk Domestik Bruto menurut penggunaan yang dipublikasikan oleh B.P.S. perlu diperbaiki.

Dalam perekonomian suatu negara, tabungan dan investasi merupakan indikator yang dapat menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi di negara-negara berkembang (developing countries) termasuk didalamnya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, memiliki dana yang cukup besar. Tetapi di sisi lain, usaha pengerahan sumber dana dalam negeri untuk membiayai pembangunan menghadapi kendala dalam pembentukan modal baik yang bersumber dari penerimaan pemerintah yaitu ekspor barang dan jasa ke luar negeri, ataupun penerimaan pemerintah melalui instrumen pajak
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 yang kemudian menjadi krisis multidimensi berdampak kondisi Indonesia secara umum tidak hanya terhadap sektor ekonomi saja. Nilai tukar rupiah yang terdepresiasi sangat tajam, inflasi yang tinggi, menurunnya kepercayaan investor untuk berinvestasi di Indonesia, merupakan beberapa akibat dari krisis ekonomi tersebut. Lambat laun, dengan beberapa kali perubahan struktur politik dan penerapan kebijakan-kebijakan oleh pemerintah, kondisi Indonesia menunjukan perubahan yang lebih baik dan kondisi perekonomian yang stabil.
Di Indonesia, untuk membiayai pembangunan nasional yang mencakup investasi domestik, sumber dananya dapat bersumber dari tabungan nasional dan pinjaman luar negeri. Namun, karena terbatasnya jumlah dana serta pinjaman yang diperoleh dari luar negeri, maka diperlukan tabungan nasional yang lebih tinggi sebagai sumber dana yang utama.
Perlunya tabungan nasional ini dibuktikan dengan adanya saving-investment gap yang semakin melebar dari tahun ke tahun yang menandakan bahwa pertumbuhan investasi domestik melebihi kemampuan dalam mengakumulasi tabungan nasional. Secara umum, usaha pengerahan modal dari masyarakat dapat berupa pengerahan modal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Pengklasifikasian ini didasarkan pada sumber modal yang dapat digunakan dalam pembangunan. Pengerahan modal yang bersumber dari dalam negeri berasal dari 3 sumber utama[1], yaitu : pertama, tabungan sukarela masyarakat. Kedua, tabungan pemerintah, dan ketiga tabungan paksa (forced saving or involuntary saving). Sedangkan modal yang berasal dari luar negeri yaitu melalui pinjaman resmi pemerinyah kepada lembaga-lembaga keuangan internasional seperti International Monetary Fund (IMF), Asian Development Bank (ADB), World Bank, maupun pinjaman resmi bilateral dan multilateral, juga melalui foreign direct investment (FDI).
Hollis Chenery dan beberapa penulis lainnya telah mengenalkan pendekatan ‘dua-jurang’ pada pembangunan ekonomi. Dasar pemikirannya, ‘jurang tabungan’ dan ‘jurang devisa’ merupakan dua kendala yang terpisah dan berdiri sendiri pada pencapaian target tingkat pertumbuhan di negara kurang maju. Chenery melihat bantuan luar negeri sebagai suatu cara untuk menutup kedua jurang tersebut dalam rangka mencapai laju pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan[2]. Sumitro (1994:44) menjelaskan bahwa kekurangan didalam perimbangan antara tabungan nasional dan investasi harus ditutup dengan pemasukan modal dari luar yang berasal dari tabungan oleh kalangan luar negeri.
Pada negara berkembang dan miskin, kondisi yang paling menonjol adalah belum terciptanya kondisi yang mendorong pada iklim dimana kegairahan untuk menabung dan penanaman modal menunjukan tingkat yang menggembirakan. Sistem produksi untuk meningkatkan pendapatan masyarakat masih menggunakan pola tradisional. Masih terbatasnya sektor modern dan belum berfungsinya secara efektif dan efisien institusi-institusi keuangan yang disebabkan oleh pola pikir masyarakat yang masih tradisional menyebabkan pengerahan dana dari masyarakat mengalami kesulitan.
Dengan latar belakang ditetapkannya Paket Kebijakan Oktober 1988 atau yang lebih dikenal dengan “PAKTO 88”, yang pokok-pokok kebijakannya berisi antara lain untuk mengerahkan dana dari masyarakat dengan cara memudahkan pembukaan kantor cabang baru, pendirian bank swasta baru, keleluasaan penyelenggaraan tabungan, dan perluasan kantor cabang bank. Setelah adanya “PAKTO 88” ini, semakin mudahlah bank didirikan dan semakin bervariasi juga bentuk-bentuk tabungan yang ditawarkan oleh bank-bank yang sudah terbentuk baik swasta maupun pemerintah. Semenjak saat itu, tabungan nasional mulai meningkat drastis. Dalam tahun-tahun sebelumnya tampak adanya kecenderungan persaingan antar berbagai negara untuk memperbesar arus investasi baik asing maupun domestik. Persaingan terutama terjadi karena kebutuhan dana yang sangat besar dan mendesak untuk mendukung pertumbuhan ekonomi terutama di negara-negara berkembang.
Indonesia terbuka secara resmi dan efektif terhadap penanaman modal sejak tahun 1967 ketika pemerintah orde baru memberlakukan undang-undang Penanaman Modal Asing yang diikuti dengan undang-undang Penanaman Modal Dalam Negeri tahun 1968. Selanjutnya, Indonesia mengalami periode pasang surut dalam penerimaan arus modal investasi, kebijakan devaluasi rupiah tahun 1983 mempengaruhi tingkat pertumbuhan investasi secara total maupun sektoral. Tahun 1991 ketika terjadi gebrakan Sumarlin II (tight money policy) yaitu kebijakan yang dimaksudkan untuk mengontrol tingkat inflasi, menjaga defisit neraca transaksi berjalan agar tidak melebihi batas yang masih bisa diterima, mengawasi uang luar negeri, serta menjaga performance Indonesia dimata investor. Gebrakan ini secara tidak langsung menurunkan investasi.
Sukses tidaknya suatu negara dalam menarik arus dana investasi tidak terlepas dari berbagai faktor ekonomi dan non ekonomi.
Pada dasarnya pemberian fasilitas yang sifatnya mendorong investor untuk berinvestasi seperti pembebasan pajak (tax holiday) dan kemudahan untuk mengakses bahan baku akan sangat efektif bila didukung oleh[3] :
- Negara tujuan investasi memiliki keunggulan komparatif ekonomi yang berkaitan dengan faktor-faktor produksi seperti sumber daya alam dan sumber daya manusia yang terampil dan murah.
- Nilai tukar yang relatif stabil, terutama untuk investor yang berorientasi pasar luar negeri
- Peraturan devisa di negara bersangkutan tidak menghalangi penanam modal untuk memindahkan kekayaan dan keuntungannya ke luar negeri.
- Iklim politik dan keamanan negara cukup menjamin ketentraman hidup dan keamanan usaha serta kekayaan investor.
- Iklim usaha yang menunjang dan mendorong penanaman modal.
- Infrastruktur yang menunjang dan memadai.
Investasi memegang peranan penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan sebagai salah satu komponen yang berhubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi.
Dari paparan latar belakang diatas dan berdasarkan fenomena yang terjadi di Indonesia, maka penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian dengan judul :
“ Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tabungan
dan Investasi Swasta di Indonesia Periode 1984-2003”.
1.2 Identifikasi Masalah
Penelitian ini akan membatasi permasalahan sesuai dengan paparan diatas, yaitu:
Bagaimanakah pengaruh dari faktor-faktor yang mempengaruhi tabungan swasta pada kerangka waktu jangka pendek dan jangka panjang di Indonesia periode 1984-2003?
Bagaimanakah pengaruh dari faktor-faktor yang mempengaruhi investasi swasta pada kerangka waktu jangka pendek dan jangka panjang di Indonesia periode 1984-2003?
Bagaimana pengaruh dari krisis ekonomi tahun 1997 terhadap tingkat tabungan dan investasi swasta di Indonesia periode 1984-2003?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari faktor-faktor yang mempengaruhi tabungan swasta pada kerangka waktu jangka pendek dan jangka panjang di Indonesia periode 1984-2003.
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari faktor-faktor yang mempengaruhi investasi swasta pada kerangka waktu jangka pendek dan jangka panjang di Indonesia periode 1984-2003.
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari krisis ekonomi terhadap tabungan dan investasi swasta di Indonesia periode 1984-2003.
1.4 Kegunaan Penelitian
Selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dengan masalah tersebut di atas. Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan literatur dan referensi untuk pengembangan selanjutnya dalam cabang ilmu ekonomi makro.
1.5 Kerangka Pemikiran
1.5.1 Tabungan
1.5.1.1 Definisi Tabungan
Tabungan nasional (national saving) dapat didefinisikan sebagai pendapatan total dalam perekonomian yang tersisa setelah dipakai untuk pengeluaran pemerintah dan konsumsi[4]. Dalam suatu negara, investasi domestik dapat dibiayai oleh tabungan nasional dan pinjaman dari luar negeri. Total dana yang tersedia untuk membiayai investasi (I) sama dengan tabungan nasional (S+(T-G)) ditambah dengan pinjaman dari luar negeri (X-M). secara matematis dapat dirumuskan :
I = S + (T-G) + (X-M) …………………………..…….……….(1.1)
Namun untuk mengurangi ketergantungan suatu negara terhadap bantuan dari pihak lain, tabungan nasional diutamakan sebagai sumber pembiayaan investasi domestik. Secara garis besar, tabungan nasional diciptakan oleh tiga pelaku, yaitu pemerintah, perusahaan dan rumah tangga.
Tabungan pemerintah merupakan selisih antara realisasi penerimaan dengan pengeluaran pemerintah. Tabungan perusahaan merupakan kelebihan pendapatan (laba) yang tidak dibagikan kepada pemegang saham yang besarnya dapat diketahui dari neraca perusahaan. Sedangkan tabungan rumah tangga merupakan bagian dari pendapatan yang diterima rumah tangga yang tidak dibelanjakanuntuk keperluan konsumsi. Secara matematis persamaan tabungan dapat dijabarkan sebagai berikut [5]:
Jika tabungan swasta adalah S = (Y-T) – C dan
Tabungan pemerintah adalah (T-G), maka
Tabungan nasional = S + (T-G)
= (Y-T) – C +(T-G)
= Y – C - G ………………………….….……..(1.2)
dimana S adalah tabungan swasta
Y adalah pendapatan aggregat
T adalah pendapatan pajak netto
C adalah konsumsi
G adalah pengeluaran pemerintah
Jika T-G bernilai positif, maka pemerintah akan mengalami budget surplus, dan sektor ini akan ditambahkan pada sektor swasta untuk menambah sumber pembiayaan investasi. Namun jika T-G bernilai negatif berarti pemerintah mengalami budget deficit, dan pemerintah harus meminjam dana dari pihak lain.
1.5.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi tabungan
Menurut ekonom klasik, seperti Adam Smith, tabungan merupakan fungsi dari tingkat bunga. Tingkat bunga merupakan pembayaran dari tidak dilakukannya konsumsi, imbalan dari kesediaan untuk menunggu dan tidak dilakukannya konsumsi dan pembayaran atas penggunaan dana. Oleh karena itu, jika tingkat bunga naik, jumlah tabungan juga akan meningkat. Tingkat bunga ditentukan dari titik keseimbangan antara tabungan dan investasi.
Alfred Marshall dari kaum neoklasik mengemukakan bahwa terdapat faktor ekonomi dan non ekonomi yang mempengaruhi tabungan[6]. Diantara faktor-faktor ekonomi tersebut, dia menekankan pada tingkat bunga, walaupun mungkin ada keadaan dimana tetap ada tabungan walaupun tungkat bunga negatif.
Selain tingkat bunga, pendapatan juga dikatakan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi tabungan nasional. Pendapat tersebut dikemukakan oleh J.M. Keynes dalam teorinya mengenai kecenderungan untuk mengkonsumsi (propensity to consume) yang secara eksplisit menghubungkan antara tabungan dan pendapatan. Keynes menyatakan suatu fungsi konsumsi modern yang didasari oleh perilaku psikologis modern, yaitu apabila terjadi peningkatan pada pendapatan riil, peningkatan tersebut tidak digunakan seluruhnya untuk meningkatlkan konsumsi, tetapi dari sisa pendapatan tersebut juga digunakan untuk menabung, hal ini dapat dijelaskan dalam persamaan berikut :
S ≡ Y – C ………………………………………………..……….……..(1.3)
C = Ĉ + cY ; Ĉ > 0 ;0 < c <1……………...……..……...…….……(1.4)
Dimana : S = saving
Y = income
Ĉ = intercept; tingkat konsumsi ketika pendapatan nol
c = marginal propensity to consume
Jika kedua persamaan (1.3) dan (1.4) atau disebut juga budget constraint tersebut digabungkan, maka akan menjelaskan fungsi persamaan tabungan. Fungsi persamaan tabungan sendiri menjelaskan hubungan tingkat tabungan dan tingkat pendapatan. Dengan mensubstitusi persamaan konsumsi (1.3) dengan persamaan budget constraint (1.4), maka kita akan mendapatkan fungsi persamaan tabungan :
S ≡ Y – C = Y - Ĉ – cY = - Ĉ + (1-c)Y ………………..……….(1.5)
Dari persamaan (1.5) kita dapat melihat bahwa tabungan memiliki hubungan positif dengan pendapatan karena marginal propensity to save[7], s =1 – c, adalah positif. Dengan kata lain, tabungan meningkat ketika pendapatan meningkat.
The life-cycle permanent income theory of consumption and saving (Modigliani,1986)[8] menjelaskan tentang pilihan bagaimana memelihara standar hidup yang stabil dalam menghadapi perubahan pendapatan dalam waktu hidup seseorang. Jadi, teori ini menjelaskan hubungan antara pendapatan sepanjang waktu, konsumsi, dan tabungan. The life cycle hypothesis melibatkan individu, untuk merencanakan perilaku konsumsi dan perilaku tabungannya dalam jangka panjang dengan tujuan mengalokasikan konsumsinya dengan cara terbaik untuk seluruh masa hidupnya.
Gambar 1.1 Lifetime Income, Consumption, Saving, and Wealth in the Life-Cycle Model

Keterangan : WR = wealth
YL = annual labor income
C = consumption
WL = working life
NL = number of years of life
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa konsumsi konstan sepanjang waktu. Selama masa kerja (WL tahun), individu menabung dan mengumpulkan aset. Pada akhir masa kerjanya, individu mulai menarik kembali aset-aset tersebut, tidak menabung (dissaving / negative saving) pada masa sisa hidupnya (NL – WL) sehingga aset tersebut akan bernilai nol pada akhir hidupnya.
Menurut teori ‘Ricardian Equivalence’, peningkatan pada defisit anggaran pemerintah akan menstimulasi tabungan swasta karena mereka berekspektasi akan terjadi peningkatan pada kewajiban pajak mereka di masa yang akan dating. Sebagai hasilnya, mereka akan mengurangi tingkat konsumsinya dan meningkatkan tabungan. Tetapi teori ‘Ricardian Equivalence’ tidak dapat digunakan di negara berkembang (Hadjimicheal et al 1995), karena diperlukan adanya eksistensi pasar modal yang efisien, yang jarang ditemui pada karakteristik negara-negara berkembang.
1.5.2 Investasi
1.5.2.1 Definisi Investasi
Investasi adalah pembelian alat-alat modal, persediaan dagang / inventori, dan struktur usaha, termasuk pembelian rumah baru untuk rumah tangga. Investasi dihubungkan dengan sektor bisnis yang ditambahkan kepada persediaan modal fisik. Investasi swasta (private investment) adalah output dari perusahaan yang disimpan untuk perusahaan itu sendiri[9]. Investasi swasta terdiri dari :
Inventory Investment, termasuk didalamnya semua perubahan dalam persediaan bahan baku (raw materials), perlengkapan, dan produk akhir yang dihasilkan oleh perusahaan.
Fixed Investment, termasuk didalamnya semua produk yang dibeli oleh perusahaan yang tidak ditujukan untuk dijual kembali, terdiri dari residential dan nonresidential investment.
1.5.2.2 Determinan Investasi
The accelerator hypothesis of investment menyatakan bahwa tingkat investasi netto (net investment) tergantung kepada perubahan ekspektasi output. Langkah pertama dalam hipotesis ini adalah mengukur penjualan yang diharapkan (expected sales) (Ye) yang diestimasi berdasarkan revisi penjualan tahun sebelumnya (Ye-1) oleh suatu proporsi (j), dari perbedaan antara penjualan tahun sebelumnya (Y-1) dan yang diharapkan, sehingga didapat persamaan:
Ye = Ye-1 + j (Y-1 – Ye-1)
= j Y-1 + (1-j) Ye-1 ………………………………….…………(1.6)
Langkah selanjutnya adalah asumsi dari teori ini bahwa persediaan modal, yaitu bangunan dan perlengkapan, yang dibutuhkan perusahaan (K*) adalah perkalian antara keinginan perusahaan untuk meningkatkan persediaan modalnya (ν*) dengan ekpektasi penjualannya:
K* = ν*. Ye ………………………………………….…………..(1.7)
Investasi netto adalah perubahan pada persediaan modal (∆K) yang terjadi setiap periode :
In = ∆K = K – K-1 …………………………………...…..…….. (1.8)
Asumsi lain adalah bahwa perusahaan berkeinginann untuk meningkatkan persediaan modalnya dalam setiap periode:
In = K – K-1 ……………………………………………………..(1.9)
In = ν* (Ye - Ye-1) = ν*. ∆ Ye……………………………….……(1.10)
Jadi, jika terjadi akselerasi usaha dalam perusahaan dan ekspektasi output meningkat, investasi netto pun akan meningkat, tetapi jika akselerasinya negatif dan ekspektasi output menurun, investasi pun menurun.
Teori lain mengenai investasi adalah mengenai planned investment spending[10] , yang menjelaskan hubungan antara tingkat suku bunga dan investasi.
Kita dapat menspesifikasi pembelian investasi sebagai :
I = Ī – bi ; b > 0 ………………………………...…………..(1.11)
Dimana : I = investasi
Ī = autonomous investment spending
b = responsiveness of investment spending to interest rate
i = interest rate
Dari gambar berikut ini dapat dilihat bahwa kurva investasi memiliki kemiringan negatif untuk merefleksikan asumsi penurunan tingkat suku bunga akan menyebabkan peningkatan profitabilitas untuk penambahan modal dan akan membawa kepada peningkatan investasi. Posisi dari kurva investasi diatas, sangat dipengaruhi oleh slope dari kurva tersebut atau koefisien b dalam persamaan (1.11).
Gambar 1.2 The Investment schedule
Jika investasi sangat responsif terhadap tingkat suku bunga, penurunan kecil pada tingkat suku bunga akan membawa peningkatan yang besar pada investasi. Perubahan pada koefisien Ī akan menggeser kurva rencana investasi. Jika Ī meningkat berarti pada setiap tingkatan tingkat suku bunga, perusahaan berusaha untuk berinvestasi pada tingkat yang lebih tinggi dan akan menggeser kurva investasi ke kanan.
Ide awal dari kajian dalam jurnal ini berasal dari studi Feldstein dan Horioka (1980) yang menunjukkan adanya hubungan positif antara ratio investasi/GDP dengan ratio tabungan/GDP. Berdasarkan sampel 16 negara OECD ditemukan bahwa 85 – 95 persen tabungan nasional yang diinvestasikan secara domestik. Mereka mengemukakan bahwa hal tersebut secara tidak langsung menunjukkan mobilitas kapital jangka panjang yang sangat rendah, karena pada suatu negara dengan tingkat mobilitas kapital yang rendah (sebagai gambaran dari perekonomian tertutup), seluruh tabungan domestik akan digunakan untuk membiayai investasi domestik. Sebaliknya, dalam suatu negara dengan mobilitas kapital yang tinggi, tabungan domestik dapat diinvestasikan keluar negeri, yang menyebabkan tidak ada hubungan tabungan domestik dan tabungan eksternal.
Sebagian besar studi yang menggunakan data empiris data dari AS dan negara-negara industri lainnya memang memperlihatkan adanya hubungan positif antara tabungan dan investasi. Namun, studi-studi tersebut masih mengabaikan fakta bahwa korelasi tabungan dan investasi tergantung pada rejim politik, dan mobilitas kapital internasional berbeda dari waktu ke waktu. Ini dibuktikan oleh beberapa peneliti pada tahun-tahun belakangan ini. Dari data panel dari negara-negara OECD yang berbeda, ditemukan hubungan investasi-tabungan bervariasi antar negara dan dari waktu ke waktu, dan tergantung pada tingkat mobilitas kapital internasional, struktur keuangan antar negara, tingkat pendapatan perkapita dan ukuran negara. Selain itu, beberapa kajian pada data satu negara menemukan tidak adanya hubungan jangka panjang antara tabungan dan investasi ketika unsur perubahan rejim kebijakan utama diperhitungkan dalam model.
               Studi dalam jurnal ini dilakukan di Yunani, dengan fokus melihat hubungan dinamis antara tabungan dengan investasi yang diestimasi melalui derajat korelasi tabungan-investasi pada berbagai periode waktu. Derajat korelasi ini diinterpretasikan sebagai koefisien retensi tabungan (saving retention coefficient). Dalam studi ini, estimasi hubungan antar variabel dilakukan melalui empat tahapan. Pertama, pengujian tingkat integrasi dari variabel, dengan menggunakan uji akar unit (unit root). Kedua, pengujian kointegrasi dengan menggunakan estimator Philip dan Hansen (PH). Ketiga, estimasi dan pengujian vector error-correction modeling (VECM). Keempat, estimasi model dengan menggunakan empat metode estimasi error correction model (ECM) yaitu estimasi recursive OLS, rolling OLS, penaksir Kalman filter dan MS-R (Marcov switching regime).
Data yang digunakan adalah data kuartalan negara Yunani untuk periode 1980:Q1 sampai 2003:Q4. Variabel tabungan adalah total tabungan nominal (SAV) yang adalah jumlah tabungan private dan tabungan public. Investasi (INV) adalah total investasi kapital bruto. Keduanya diestimasi sebagai persen dari nominal GDP (INVGDP dan SAVGDP).
              Selanjutnya, dari hasil penelitian ditemukan bahwa, berdasarkan uji ADF, PP, KPSS dan Zivot-Andrews terlihat secara statistik variabel investasi dan tabungan terintegrasi satu sama lainnya. Hasil analisis kointegrasi menggunakan metodologi Philips-Hansen juga menunjukkan bahwa kedua variabel signifikan secara statistik dalam vector kointegrasi. Hubungan kointegrasi yang diestimasi sebagai berikut (standar error dalam kurung):
Hubungan yang diestimasi merupakan hubungan jangka panjang dari model antarwaktu pada perekonomian terbuka dengan asumsi mobilitas kapital yang sempurna, dan tidak dapat menggambarkan pengaruh perubahan mobilitas kapital pada berbagai periode waktu tersebut. Untuk menggambarkan perubahan mobilitas kapital, tahap pertama, dilakukan estimasi ECM untuk seluruh periode waktu. Berdasarkan estimasi parameter tersebut terlihat bahwa ECT (yang mengukur disekuilibrium jangka panjang), signifikan secara statistik pada persamaan investasi. Ini menunjukkan bahwa variabel investasi cenderung untuk memulihkan ekuilibrium dan memiliki peran utama dalam setiap guncangan (shock) ekuilibrium tersebut. Uji t untuk ECT menunjukkan, pada level signifikansi 1 %, investasi bukan merupakan variabel eksogen yang lemah (Tabel I, model linear). Namun, metode ini tidak dapat menggambarkan perubahan regim. Ini disebabkan ECT memiliki nilai tetap dari waktu ke waktu berdasarkan rata-rata OLS rejim lama dan rejim baru. Karenanya, koefisien yang diestimasi dianggap sebagai suatu rata-rata dari keseluruhan periode.
              Pada tahap berikutnya, model ECM diestimasi dengan menggunakan OLS recursive, rolling OLS (windows=50) dan estimator Kalman filter untuk menggambarkan perubahan struktural yang mempengaruhi koefisien retensi tabungan. Estimasi koefisien ECT ditunjukkan pada gambar 1.
Terdapat beberapa hal penting yang dapat dijelaskan dari gambar 1. Pertama, estimasi koefisien dengan menggunakan metode OLS recursive dan Kalman filter cenderung bergerak bersama-sama. Koefisien pada berbagai waktu yang diestimasi dari rolling regresi cenderung secara absolut menurun terutama setelah 1996. Kedua, koefisien yang diestimasi menurun secara absolut dari waktu ke waktu yang menunjukkan bahwa besaran absolutnya berhubungan terbalik dengan tingkat pembangunan sistem pasar keuangan dan tingkat kebebasan mobilitas kapital. Ketiga, profil waktu dari ECT konsisten dengan hipotesis yang menyatakan ketika tingkat mobilitas kapital tinggi, korelasi tabungan-investasi adalah lemah, karena hubungan semacam ini tidak konsisten dengan integrasi pasar keuangan.
Gambar 1. Estimasi ECT pada Berbagai Periode Waktu
Tabel 1. Hasil Estimasi
Catatan: trend dan tiga lag dari investasi dan saving pada seluruh model merupakan % dari GDP. Angka dalam kurung adalah t-statistik, ** dan *** menunjukkan signifikan pada 5 persen dan 1 persen.
Selanjutnya, tabel 1 menyajikan estimasi ECM menggunakan model MS-R dengan tiga lag. Rejim 1 ditandai oleh sistem perbankan yang sangat diatur. Pasar keuangan sempit dan kecil dan transaksi kurs luar negeri diatur sangat ketat. Selama rejim 2, liberalisasi keuangan dalam proses bertahap. Liberalisasi keuangan secara sempurna selesai pada akhir rejim 2. Rejim 3 ditandai oleh mobilitas kapital yang sempurna. Dari tabel tersebut terlihat bahwa standar error berbeda antar rejim, yang menunjukkan adanya perbedaan korelasi antara dua variabel pada rejim yang berbeda. Koefisien ECT yang diestimasi bernilai negative dan secara statistik signifikan hanya untuk rejim pertama yang memiliki mobilitas kapital rendah. Sebaliknya, untuk rejim 2 dan 3, koefisien yang diestimasi tidak signifikan secara statistik dan semakin mengecil dalam besarannya. Ini menunjukkan bahwa hubungan jangka panjang antara tabungan dengan investasi menjadi melemah ketika secara bertahap dilakukan deregulasi dalam hal pengontrolan pasar keuangan.
               Dari analisis empiris didapat kesimpulan penting mengenai hubungan antara investasi dan tabungan. Pertama, koefisien retensi tabungan lebih tinggi pada mobilitas kapital yang rendah dan menjadi lebih kecil pada liberalisasi pasar keuangan yang disertai mobilitas kapital yang lebih tinggi. Kedua, seluruh metode estimasi menunjukkan bahwa koefisien jangka panjang pada berbagai periode waktu antara investasi dan tabungan menjadi lebih kecil dalam besarannya, jika terdapat liberalisasi keuangan dan mobilitas kapital dalam perekonomian. Penemuan ini konsisten secara umum dengan pandangan bahwa jika koefisien retensi tabungan merupakan indikator mobilitas kapital, maka nilainya harus lebih kecil ketika mobilitas kapital tinggi.
 muhammad fachri  09:03 
 OUR BLOG'S  05:16 

Analisis Pendapatan Nasional untuk Perekonomian tertutup Sederhana dan pertumbuhan Ekonomi [Pertemuan ke delapan a]

Pendapatan Nasional dengan Perekonomian Tertutup Sederhana Dua Sektor

             Pendapatan Nasional dengan Perekonomian Tertutup Sederhana Dua Sektor adalah Produk Nasional Neto dikurangi pajak tak langsung ditambah subsidi . Jumlah inilah yang diterima faktor produksi yang dimiliki penduduk suatu negara .
Pendapatan Nasional dengan Perekonomian Tertutup Sederhana Dua Sektor merupakan penjumlahan dari lima hal , yaitu

a. Upah atau gaji yang diterima buruh atau karyawan
b. Pendapatan dari seseorang yang melakukan bisnis individu (bukan perusahaan)
c. Keuntungan perusahaan
d. Pendapatan bunga selisih dari perusahaan
e. Pendapatan sewa

Model anlalisis dengan variabel investasi dan tabungan
            Model Analisis dengan variabel investasi tabungan adalah pengeluaran yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa yang lebih banyak lagi , atau dengan kata lain merupakan pengeluaran yang ditambahkan kepada komponen-komponen barang modal .
Tujuan dari pelaksanaan model analisis dengan variabel investasi tabungan ini adalah mencari keuntungan di kemudian hari melalui pengoperasiaan mesin dan pabrik .
Analisis keuangan pemerintah biasanya mencakup 4 aspek sebagai berikut, yaitu :

* Pendapatan Nasional dengan Perekonomian Tertutup Sederhana Dua Sektor

* Pendapatan Nasional dengan Perekonomian Tertutup Sederhana Dua Sektor adalah Produk Nasional Neto dikurangi pajak tak langsung ditambah subsidi . Jumlah inilah yang diterima faktor produksi yang dimiliki penduduk suatu negara .

             Pendapatan Nasional dengan Perekonomian Tertutup Sederhana Dua Sektor merupakan penjumlahan dari lima hal , yaitu
a. Upah atau gaji yang diterima buruh atau karyawan
b. Pendapatan dari seseorang yang melakukan bisnis individu (bukan perusahaan)
c. Keuntungan perusahaan
d. Pendapatan bunga selisih dari perusahaan
e. Pendapatan sewa
Model anlalisis dengan variabel investasi dan tabungan
            Model Analisis dengan variabel investasi tabungan adalah pengeluaran yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa yang lebih banyak lagi , atau dengan kata lain merupakan pengeluaran yang ditambahkan kepada komponen-komponen barang modal .
Tujuan dari pelaksanaan model analisis dengan variabel investasi tabungan ini adalah mencari keuntungan di kemudian hari melalui pengoperasiaan mesin dan pabrik .
Analisis keuangan pemerintah biasanya mencakup 4 aspek sebagai berikut, yaitu :

1. Operasi keuangan pemerintah dalam hubungan dengan defisit / surplus anggaran dan sumber-sumber pembiayaannya;
2. Dampak operasi keuangan pemerintah terhadap kegiatan sektor riil melalui pengaruhnya terhadap Pengeluaran Konsumsi dan Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTDB) pemerintah;
3. Dampak rupiah operasi keuangan pemerintah atau pengaruh operasi keuangan pemerintah terhadap ekspansi bersih pada jumlah uang yang beredar;
4. Dampak Valuta Asing operasi keuangan pemerintah atau pengaruh operasi keuangan pemerintah terhadap aliran devisa masuk bersih.

Terdapat sumber data untuk memperkirakan Investasi dan Tabungan Nasional, yaitu :
· data Produk Domestik Bruto atas dasar harga berlaku menurut penggunaan [lihat tabel III dan III.1]
· Neraca Arus Dana yang digunakan oleh tim gabungan B.P.S., Bank Indonesia, dan Departemen Keuangan.

             Dalam menganalisis pertumbuhan Produk Domestik Bruto terlihat adanya kecenderungan untuk lebih menggunakan data Produk Domestik Bruto menurut penggunaan. Kalau kita menganggap bahwa perkiraan Investasi dan Tabungan Nasional Bruto yang dihasilkan oleh Tim Gabungan B.P.S., Bank Indonesia, dan Departemen Keuangan lebih mendekati kebenaran, maka seyogyanya data statistik Produk Domestik Bruto menurut penggunaan yang dipublikasikan oleh B.P.S. perlu diperbaiki.
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi, infalsi dan pengangguran
Salah Satu masalah jangka pendek dalam ekonomi yaitu inflasi, pengangguran dan neraca pembayaran.
Inflasi (inflation) adalah gejala yang menunjukkan kenaikan tingkat harga umum yang berlangsung terus menerus.

Ada tiga jenis inflasi yaitu:
1) inflasi tarikan permintaan (demand-pull inflation)
2) inflasi desakan biaya (cost-push inflation)
3) inflasi karena pengaruh impor (imported inflation).

             Tingkat inflasi yang terjadi dalam suatu negara merupakan salah satu ukuran untuk mengukur baik buruknya masalah ekonomi yang dihadapi suatu negara. Bagi negara yang perekonomiannya baik, tingkat inflasi yang terjadi berkisar antara 2 sampai 4 persen per tahun.
Tingkat inflasi yang berkisar antara 2 sampai 4 persen dikatakan tingkat inflasi yang rendah. Selanjut tingkat inflasi yang berkisar antara 7 sampai 10 persen dikatakan inflasi yang tinggi.
Didasarkan pada fakta itulah A.W. Phillips mengamati hubungan antara tingkat inflasi dan tingkat pengangguran. Dari hasil pengamatannya, ternyata ada hubungan yang erat antara inflasi dengan tingkat pengangguran, dalam arti jika inflasi tinggi, maka pengangguran akan rendah. Hasil pengamatan Phillips ini dikenal dengan kurva Phillip.
Kurva Philip

            Masalah utama dan mendasar dalam ketenagakerjaan di Indonesia adalah masalah upah yang rendah dan tingkat pengangguran yang tinggi. Hal tersebut disebabkan karena, pertambahan tenaga kerja baru jauh lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan lapangan kerja yang dapat disediakan setiap tahunnya.

            Pertumbuhan tenaga kerja yang lebih besar dibandingkan dengan ketersediaan lapangan kerja menimbulkan pengangguran yang tinggi. Pengangguran merupakan salah satu masalah utama dalam jangka pendek yang selalu dihadapi setiap negara. Karena itu, setiap perekonomian dan negara pasti menghadapi masalah pengangguran, yaitu pengangguran alamiah (natural rate of unemployment).
Untuk menggambarkan kurva Phillips di Indonesia digunakan data tingkat inflasi tahunan dan tingkat pengangguran yang ada. Data digunakan adalah data dari tahun 1980 hingga tahun 2005. Berdasarkan hasil pengamatan dengan data yang ada, maka kurva Phillips untuk
Indonesia terlihat seperti gambar berikut :
Kurva Phillips untuk Indonesia

             A.W. Phillips menggambarkan bagaimana sebaran hubungan antara inflasi dengan tingkat pengangguran didasarkan pada asumsi bahwa inflasi merupakan cerminan dari adanya kenaikan permintaan agregat. Dengan naiknya permintaan agre-gat, maka sesuai dengan teori permintaan, jika permintaan naik maka harga akan naik. Dengan tingginya harga (inflasi) maka untuk memenuhi permintaan tersebut produsen meningkatkan kapasitas produksinya dengan menambah tenaga kerja (tenaga kerja merupakan satu-satunya input yang dapat meningkatkan output). Akibat dari peningkatan permintaan tenaga kerja maka dengan naiknya harga-harga (inflasi) maka, pengangguran berkurang.
Menggunakan pendekatan A.W.Phillips dengan menghubungkan antara pengangguran dengan tingkat inflasi untuk kasus Indonesia kurang tepat. Hal ini didasarkan pada hasil analisis tingkat pengangguran dan inflasi di Indonesia dari tahun 1980 hingga 2005, ternyata secara statistik maupun grafis tidak ada pengaruh yang signifikan antara inflasi dengan tingkat pengangguran.
Didasarkan pada fakta itulah A.W. Phillips mengamati hubungan antara tingkat inflasi dan tingkat pengangguran. Dari hasil pengamatannya, ternyata ada hubungan yang erat antara inflasi dengan tingkat pengangguran, dalam arti jika inflasi tinggi, maka pengangguran akan rendah. Hasil pengamatan Phillips ini dikenal dengan kurva Phillip.
Kurva Philip
Masalah utama dan mendasar dalam ketenagakerjaan di Indonesia adalah masalah upah yang rendah dan tingkat pengangguran yang tinggi. Hal tersebut disebabkan karena, pertambahan tenaga kerja baru jauh lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan lapangan kerja yang dapat disediakan setiap tahunnya.
Pertumbuhan tenaga kerja yang lebih besar dibandingkan dengan ketersediaan lapangan kerja menimbulkan pengangguran yang tinggi. Pengangguran merupakan salah satu masalah utama dalam jangka pendek yang selalu dihadapi setiap negara. Karena itu, setiap perekonomian dan negara pasti menghadapi masalah pengangguran, yaitu pengangguran alamiah (natural rate of unemployment).
Untuk menggambarkan kurva Phillips di Indonesia digunakan data tingkat inflasi tahunan dan tingkat pengangguran yang ada. Data digunakan adalah data dari tahun 1980 hingga tahun 2005. Berdasarkan hasil pengamatan dengan data yang ada, maka kurva Phillips untuk Indonesia terlihat seperti gambar berikut :


Kurva Phillips untuk Indonesia
             A.W. Phillips menggambarkan bagaimana sebaran hubungan antara inflasi dengan tingkat pengangguran didasarkan pada asumsi bahwa inflasi merupakan cerminan dari adanya kenaikan permintaan agregat. Dengan naiknya permintaan agre-gat, maka sesuai dengan teori permintaan, jika permintaan naik maka harga akan naik. Dengan tingginya harga (inflasi) maka untuk memenuhi permintaan tersebut produsen meningkatkan kapasitas produksinya dengan menambah tenaga kerja (tenaga kerja merupakan satu-satunya input yang dapat meningkatkan output). Akibat dari peningkatan permintaan tenaga kerja maka dengan naiknya harga-harga (inflasi) maka, pengangguran berkurang.
Menggunakan pendekatan A.W.Phillips dengan menghubungkan antara pengangguran dengan tingkat inflasi untuk kasus Indonesia kurang tepat. Hal ini didasarkan pada hasil analisis tingkat pengangguran dan inflasi di Indonesia dari tahun 1980 hingga 2005, ternyata secara statistik maupun grafis tidak ada pengaruh yang signifikan antara inflasi dengan tingkat pengangguran.
Sumber :
http://www.endz4shared.co.cc/2010/05/pengertian-pendapatan-nasional.html
http://keketonly.blogspot.com/2010/05/tugas-teori-organisasi-umum-2-bab-10-14.html
sumber: http://threevia.wordpress.com/2011/04/17/organisasi-2-tugas-8/